Antara News| 17 December 2014
Bupati Mimika resmi cabut izin perkebunan sawit PT PAL
Pewarta Evarianus Supar
Timika - Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng secara resmi telah menerbitkan surat keputusan penghentian total aktivitas PT Pusaka Agro Lestari (PAL), perusahaan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.
Bupati Omalen kepada wartawan di Timika, Rabu mengatakan pihaknya juga telah mencabut izin PT PAL meskipun perusahaan itu telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan dari Pemerintah Pusat sejak 2010.
Alasan utama mencabut izin operasi PT PAL karena perusahaan itu dinilai telah merusak kawasan hutan Mimika sebagai penyanggah utama sumber air dan ekosistem lingkungan masyarakat di kampung-kampung wilayah pesisir selatan Mimika.
"Keputusan ini kami ambil semata-mata karena memikirkan kepentingan masyarakat Mimika, terutama Suku Kamoro yang hidup di wilayah pesisir. Kalau hutan rusak, bagaimana nasib anak cucu mereka ke depan. Kami tidak melihat ada keuntungan dari usaha perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat lokal," kata Bupati Omaleng.
Pada Selasa (16/12), Bupati Omaleng bersama Wakil Bupati Yohanis Bassang, Kapolres Mimika AKBP Jermias Rontini dan Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Rafles Manurung mendatangi lokasi PT PAL di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.
Setiba di lokasi PT PAL, Kabag Hukum Pemkab Mimika Sihol Parningotan membacakan surat keputusan bupati Mimika soal penghentian operasional dan pencabutan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.
Surat pencabutan izin operasional PT PAL kemudian diserahkan kepada salah satu pejabat perusahaan itu.
Saat rombongan Bupati Omaleng hendak meninggalkan lokasi PT PAL, terjadilah aksi perlawanan oleh pemilik hak ulayat dan buruh perusahaan itu karena menilai keputusan Pemkab Mimika bersifat sepihak dan tidak memikirkan nasib mereka yang menggantungkan hidup di PT PAL.
Mobil-mobil rombongan pejabat Pemkab Mimika menjadi sasaran amukan warga. Bahkan mobil pribadi Bupati Omaleng hendak dilempar dengan batu oleh salah seorang warga. Namun aksinya tersebut dihentikan oleh aparat.
Siap Digugat
Bupati Omaleng mengaku siap melayani gugatan manajemen PT PAL maupun warga pemilik hak ulayat atas perusahaan itu.
"Silahkan, kami siap menghadapi itu. Kalau PT PT PAL dan pemilik ulayat mau menggugat, pemerintah daerah Mimika siap menghadapi itu," tegas Bupati Omaleng.
Bupati Omaleng meminta dukungan aparat keamanan dari Polres Mimika dan Kodim 1710 Mimika untuk mengawasi aktivitas di PT PAL pascapencabutan izin operasi perusahaan itu.
"Nanti akan dicek terus. Kalau orang-orang itu masih ada dan melakukan aktivitas, tangkap dan proses mereka," ujarnya.
Sejak dilantik menjadi Bupati Mimika pada 6 September 2014, Bupati Omaleng mengaku telah menerima banyak masukan baik dari kalangan gereja, lembaga adat suku Kamoro (LEMASKO) dan berbagai pihak lainnya yang tidak menghendaki adanya investasi perkebunan kelapa sawit di Mimika.
Berbagai lembaga itu menduga investasi perkebunan kelapa sawit hanyalah modus untuk melakukan perambahan hutan dengan tujuan utama mengambil hasil kayu untuk dikirim ke luar Papua.
Investasi perkebunan kelapa sawit juga dinilai mengancam kelangsungan hidup Suku Kamoro di wilayah pesisir, mematikan sumber air sungai dan ekosistem lingkungan lainnya mengingat warga Suku Kamoro menggantungkan hidup dari usaha mencari dan mengumpulkan hasil kekayaan yang disediakan oleh alam (hidup sebagai peramu).
Warga Suku Kamoro selama ini hidup dengan mengandalkan sungai, sampan dan sagu.
Pemkab Mimika akan membuat program padat karya penanaman singkong dan tanaman umur pendek lainnya di bekas lokasi PT PAL dengan memberdayakan ratusan buruh perusahaan itu maupun masyarakat pemilik hak ulayat.
"Mulai tahun depan kita akan turunkan anggaran untuk program padat karya. Karyawan PT PAL maupun masyarakat yang ada di sekitar itu akan dilibatkan secara langsung dalam kegiatan penanaman singkong dan tanaman pendek lainnya. Hasilnya nanti mereka sendiri yang akan nikmati," jelas Wabup Mimika Yohanis Bassang.
Sesuai rencana Bupati Omaleng, katanya, ke depan kawasan bekas PT PAL itu akan dikembangkan menjadi Bandar Udara Internasional di Timika.
Perwakilan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO), Marianus Maknaipeku mengapresiasi keputusan Bupati Omaleng yang telah menutup aktivitas PT PAL demi menjamin kelangsungan masa depan generasi muda Suku Kamoro di Mimika.
PT PAL mendapatkan HGU Perkebunan dari Pemerintah Pusat sejak 2010 untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit pada lahan seluas 39 ribu hektare. Sebelum terbitnya HGU Perkebunan dari Pemerintah Pusat, perusahaan itu telah mengantongi izin atau rekomendasi dari Bupati Mimika sejak 2007.
Lokasi perkebunan PT PAL tersebar mulai dari Sungai Kamoro di timur hingga Sungai Mimika di barat Jalan Trans Timika-Paniai.
Hingga 2014, perusahaan itu merencanakan membuka kawasan hutan seluas 4.000 hektare untuk ditanami kelapa sawit.
Bupati Mimika resmi cabut izin perkebunan sawit PT PAL
Pewarta Evarianus Supar
Sejumlah rumah suku Kamoro yang terbuat dari kayu, di pinggiran sungai Pomako Distrik Mimika Timur Kabupaten Mimika-Papu, Minggu (23/6).Hampir seluruh rumah tidak layak huni karena tak bisa menghindari angin dan air hujan, karena kondisi atap rumah yang terbuat dari daun sagu. Photo: ANTARA/Husyen Abdillah
Timika - Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omaleng secara resmi telah menerbitkan surat keputusan penghentian total aktivitas PT Pusaka Agro Lestari (PAL), perusahaan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.
Bupati Omalen kepada wartawan di Timika, Rabu mengatakan pihaknya juga telah mencabut izin PT PAL meskipun perusahaan itu telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan dari Pemerintah Pusat sejak 2010.
Alasan utama mencabut izin operasi PT PAL karena perusahaan itu dinilai telah merusak kawasan hutan Mimika sebagai penyanggah utama sumber air dan ekosistem lingkungan masyarakat di kampung-kampung wilayah pesisir selatan Mimika.
"Keputusan ini kami ambil semata-mata karena memikirkan kepentingan masyarakat Mimika, terutama Suku Kamoro yang hidup di wilayah pesisir. Kalau hutan rusak, bagaimana nasib anak cucu mereka ke depan. Kami tidak melihat ada keuntungan dari usaha perkebunan kelapa sawit untuk masyarakat lokal," kata Bupati Omaleng.
Pada Selasa (16/12), Bupati Omaleng bersama Wakil Bupati Yohanis Bassang, Kapolres Mimika AKBP Jermias Rontini dan Komandan Kodim 1710 Mimika Letkol Inf Rafles Manurung mendatangi lokasi PT PAL di kawasan hutan Iwaka, Jalan Trans Timika-Paniai.
Setiba di lokasi PT PAL, Kabag Hukum Pemkab Mimika Sihol Parningotan membacakan surat keputusan bupati Mimika soal penghentian operasional dan pencabutan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.
Surat pencabutan izin operasional PT PAL kemudian diserahkan kepada salah satu pejabat perusahaan itu.
Saat rombongan Bupati Omaleng hendak meninggalkan lokasi PT PAL, terjadilah aksi perlawanan oleh pemilik hak ulayat dan buruh perusahaan itu karena menilai keputusan Pemkab Mimika bersifat sepihak dan tidak memikirkan nasib mereka yang menggantungkan hidup di PT PAL.
Mobil-mobil rombongan pejabat Pemkab Mimika menjadi sasaran amukan warga. Bahkan mobil pribadi Bupati Omaleng hendak dilempar dengan batu oleh salah seorang warga. Namun aksinya tersebut dihentikan oleh aparat.
Siap Digugat
Bupati Omaleng mengaku siap melayani gugatan manajemen PT PAL maupun warga pemilik hak ulayat atas perusahaan itu.
"Silahkan, kami siap menghadapi itu. Kalau PT PT PAL dan pemilik ulayat mau menggugat, pemerintah daerah Mimika siap menghadapi itu," tegas Bupati Omaleng.
Bupati Omaleng meminta dukungan aparat keamanan dari Polres Mimika dan Kodim 1710 Mimika untuk mengawasi aktivitas di PT PAL pascapencabutan izin operasi perusahaan itu.
"Nanti akan dicek terus. Kalau orang-orang itu masih ada dan melakukan aktivitas, tangkap dan proses mereka," ujarnya.
Sejak dilantik menjadi Bupati Mimika pada 6 September 2014, Bupati Omaleng mengaku telah menerima banyak masukan baik dari kalangan gereja, lembaga adat suku Kamoro (LEMASKO) dan berbagai pihak lainnya yang tidak menghendaki adanya investasi perkebunan kelapa sawit di Mimika.
Berbagai lembaga itu menduga investasi perkebunan kelapa sawit hanyalah modus untuk melakukan perambahan hutan dengan tujuan utama mengambil hasil kayu untuk dikirim ke luar Papua.
Investasi perkebunan kelapa sawit juga dinilai mengancam kelangsungan hidup Suku Kamoro di wilayah pesisir, mematikan sumber air sungai dan ekosistem lingkungan lainnya mengingat warga Suku Kamoro menggantungkan hidup dari usaha mencari dan mengumpulkan hasil kekayaan yang disediakan oleh alam (hidup sebagai peramu).
Warga Suku Kamoro selama ini hidup dengan mengandalkan sungai, sampan dan sagu.
Pemkab Mimika akan membuat program padat karya penanaman singkong dan tanaman umur pendek lainnya di bekas lokasi PT PAL dengan memberdayakan ratusan buruh perusahaan itu maupun masyarakat pemilik hak ulayat.
"Mulai tahun depan kita akan turunkan anggaran untuk program padat karya. Karyawan PT PAL maupun masyarakat yang ada di sekitar itu akan dilibatkan secara langsung dalam kegiatan penanaman singkong dan tanaman pendek lainnya. Hasilnya nanti mereka sendiri yang akan nikmati," jelas Wabup Mimika Yohanis Bassang.
Sesuai rencana Bupati Omaleng, katanya, ke depan kawasan bekas PT PAL itu akan dikembangkan menjadi Bandar Udara Internasional di Timika.
Perwakilan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (LEMASKO), Marianus Maknaipeku mengapresiasi keputusan Bupati Omaleng yang telah menutup aktivitas PT PAL demi menjamin kelangsungan masa depan generasi muda Suku Kamoro di Mimika.
PT PAL mendapatkan HGU Perkebunan dari Pemerintah Pusat sejak 2010 untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit pada lahan seluas 39 ribu hektare. Sebelum terbitnya HGU Perkebunan dari Pemerintah Pusat, perusahaan itu telah mengantongi izin atau rekomendasi dari Bupati Mimika sejak 2007.
Lokasi perkebunan PT PAL tersebar mulai dari Sungai Kamoro di timur hingga Sungai Mimika di barat Jalan Trans Timika-Paniai.
Hingga 2014, perusahaan itu merencanakan membuka kawasan hutan seluas 4.000 hektare untuk ditanami kelapa sawit.